Harga Minyak Dunia Tertahan, OPEC+ Diprediksi Tambah Produksi Meski Permintaan Global Tertekan

Kamis, 01 Mei 2025 | 08:17:38 WIB

JAKARTA - Harga minyak mentah dunia mengalami stagnasi setelah mencatat penurunan bulanan terbesar dalam lebih dari tiga tahun terakhir. Di tengah ketidakpastian geopolitik dan perlambatan ekonomi global, pasar menanti keputusan penting dari OPEC+ terkait kebijakan produksi ke depan.

Jakarta — Harga minyak mentah dunia pada awal Mei 2025 tercatat relatif stagnan, menandai jeda setelah periode penurunan signifikan selama April yang menjadi penurunan bulanan terbesar sejak tahun 2021. Sentimen pasar saat ini dibayangi oleh dua faktor utama: potensi peningkatan pasokan dari negara-negara produsen utama yang tergabung dalam aliansi OPEC+, serta melambatnya permintaan global akibat gejolak ekonomi dan ketegangan dagang internasional.

Minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan di kisaran US$58 per barel pada Kamis 1 Mei 2025, setelah turun sebesar 3,7% pada perdagangan hari sebelumnya. Sementara itu, kontrak Brent yang paling aktif juga mengalami tekanan, ditutup mendekati level US$61 per barel.

Laporan dari Reuters mengungkapkan bahwa Arab Saudi, sebagai pemimpin de facto OPEC+, telah menyampaikan kepada sekutu dan para pelaku industri energi bahwa mereka siap menghadapi periode harga minyak yang rendah dalam jangka panjang. Pernyataan ini memunculkan kekhawatiran baru bahwa Arab Saudi bisa saja mendorong organisasi untuk kembali meningkatkan produksi minyak dalam pertemuan penting OPEC+ yang dijadwalkan berlangsung pekan depan.

"Arab Saudi memberi sinyal bahwa mereka tidak takut pada harga rendah, dan ini memperkuat kemungkinan bahwa OPEC+ akan mengambil langkah agresif dengan menambah pasokan minyak," tulis Reuters dalam laporannya, mengutip sumber internal industri energi yang tidak disebutkan namanya.

Langkah tersebut bukan tanpa preseden. Pada awal April 2025, OPEC+ mengejutkan pasar global dengan keputusan tiba-tiba menaikkan volume produksi secara lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya. Kebijakan ini langsung memicu kekhawatiran pasar akan potensi terjadinya kelebihan pasokan global, terlebih karena langkah serupa juga diikuti oleh negara-negara non-OPEC seperti Kanada dan Guyana yang meningkatkan produksi mereka secara signifikan.

Sementara itu, dari sisi permintaan, prospeknya tampak semakin suram. Harapan akan adanya terobosan dalam negosiasi dagang internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat mulai memudar. Kegagalan mencapai kesepakatan dalam waktu dekat memunculkan risiko baru terhadap permintaan energi global, terutama dari sektor manufaktur dan transportasi yang sangat bergantung pada bahan bakar fosil.

Sebagai tambahan tekanan, data ekonomi terbaru dari dua negara ekonomi terbesar dunia menambah keraguan akan pemulihan permintaan. Di Amerika Serikat, produk domestik bruto (PDB) dilaporkan mengalami kontraksi untuk pertama kalinya sejak tahun 2022, menandakan potensi masuknya ekonomi Negeri Paman Sam ke dalam fase resesi teknikal.

Di sisi lain, aktivitas manufaktur di Tiongkok, sebagai konsumen energi terbesar dunia, juga menunjukkan sinyal pelemahan. Indeks manufaktur Tiongkok dilaporkan turun ke level terendah sejak Desember 2023, sebuah angka yang mencerminkan melemahnya permintaan dalam negeri dan luar negeri sekaligus.

"Pasar kini menilai bahwa risiko utama datang dari sisi permintaan, bukan lagi pasokan. Bahkan dengan penurunan stok minyak mentah dan bensin di AS, harga tidak mampu bangkit," ujar seorang analis pasar energi global kepada Bloomberg Technoz, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena tidak berwenang berbicara kepada media.

Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Rabu lalu juga melaporkan bahwa persediaan minyak mentah dan bensin Amerika Serikat menurun selama pekan terakhir April, yang seharusnya menjadi sentimen positif bagi harga. Namun kenyataannya, berita tersebut tidak mampu membalikkan arah pelemahan harga karena pasar lebih fokus pada data ekonomi makro yang mengecewakan.

Sebagian analis memperkirakan bahwa harga minyak bisa terus berada di bawah tekanan apabila OPEC+ benar-benar memutuskan untuk menambah pasokan secara signifikan dalam waktu dekat. Hal ini tentu akan memperburuk ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan yang sudah rapuh sejak akhir tahun lalu.

“Kombinasi antara oversupply dan permintaan yang menurun adalah skenario klasik yang berbahaya bagi harga minyak. Jika tidak diimbangi dengan kebijakan produksi yang lebih disiplin, kita bisa melihat harga menembus ke bawah US$55 dalam waktu dekat,” ungkap analis energi senior di Global Energy Outlook, Richard Evans, kepada Bloomberg Technoz.

Namun demikian, masih ada pihak yang berharap bahwa OPEC+ akan mengambil langkah hati-hati dan tidak mengulangi kesalahan strategi yang pernah mereka buat pada tahun-tahun sebelumnya. Ketika harga minyak anjlok akibat kelebihan produksi pada 2020 dan 2021, banyak negara anggota mengalami defisit anggaran dan tekanan fiskal berat.

“Sangat penting bagi OPEC+ untuk menyeimbangkan antara pangsa pasar dan stabilitas harga. Produksi tinggi memang bisa memberi pendapatan jangka pendek, tapi bisa merusak pasar dalam jangka panjang,” ujar analis energi di Middle East Institute, Noor Al-Sabah.

Dalam waktu dekat, perhatian pasar global akan tertuju pada pertemuan OPEC+ yang dijadwalkan berlangsung minggu depan. Pertemuan ini akan menjadi titik krusial dalam menentukan arah kebijakan pasokan minyak global selama paruh kedua tahun 2025. Para pelaku industri berharap OPEC+ akan memberikan sinyal yang lebih jelas tentang niat mereka dalam mengatur produksi, sekaligus mempertimbangkan dampak ekonomi global yang belum stabil.
Harga minyak dunia saat ini berada dalam kondisi stagnan dengan risiko besar di kedua sisi – tekanan dari peningkatan produksi yang dipimpin OPEC+ dan ketidakpastian dari sisi permintaan global. Dengan pertemuan OPEC+ yang akan datang, pasar akan memantau dengan cermat apakah aliansi tersebut memilih menstabilkan pasar atau mengambil langkah agresif yang berpotensi memperburuk kondisi harga.

Terkini

Cara Ajukan KPR Subsidi Bank Mandiri 2025 Lengkap

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:44 WIB

MIND ID Dorong Transformasi Mineral Hijau Nasional

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:42 WIB

Rekomendasi Kuliner Puyuh Goreng Lezat di Malang

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:40 WIB

Rekomendasi Kuliner Dimsum Halal Enak di Bandung

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:39 WIB