JAKARTA - Indonesia terus menjadi magnet bagi investor global, termasuk dari Korea Selatan. Dalam kunjungan delegasi bisnis dari Federation of Korean Industries (FKI) ke Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Selasa 29 April 2025, sejumlah pengusaha Korea menyatakan minatnya untuk memperluas investasi di Indonesia, sekaligus menyampaikan harapan kepada pemerintah terkait hambatan yang mereka hadapi. Salah satu permintaan utama adalah penurunan harga gas industri yang dinilai masih mahal dan menjadi tantangan utama dalam keberlanjutan operasional sektor manufaktur mereka.
Pertemuan tersebut berlangsung di Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI), Jakarta. Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia menyambut positif komitmen para pengusaha Korea Selatan dan akan menindaklanjuti aspirasi serta kendala yang mereka sampaikan.
“Ada beberapa yang positif, bahwa perusahaan-perusahaan Korea akan terus berkomitmen untuk melakukan atau berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi Indonesia melalui investasi mereka,” ujar Agus Gumiwang dalam keterangannya di kantor Kemenperin, dikutip Rabu 30 April 2025.
Investasi Korea Selatan Semakin Gencar di Indonesia
Korea Selatan merupakan salah satu negara yang aktif menanamkan modal di sektor industri di Indonesia, terutama pada industri manufaktur seperti petrokimia, kaca, elektronik, otomotif, hingga tekstil. Dalam pertemuan dengan FKI, beberapa perusahaan Korea mengutarakan rencana ekspansi bisnisnya, termasuk pembangunan pabrik baru di beberapa lokasi strategis di Indonesia.
Rencana ini mempertegas posisi Indonesia sebagai pusat manufaktur regional yang potensial. Dengan dukungan sumber daya alam, tenaga kerja yang kompetitif, serta pasar domestik yang besar, Indonesia menawarkan daya tarik yang kuat bagi investor asing, khususnya di tengah tren relokasi industri dari Tiongkok ke negara-negara ASEAN.
Namun, para investor Korea Selatan juga tidak menutup mata terhadap tantangan-tantangan yang mereka hadapi, yang jika tidak ditangani dengan baik, bisa menjadi hambatan pertumbuhan industri jangka panjang.
Harga Gas Industri Jadi Sorotan Utama
Salah satu isu utama yang disoroti oleh perusahaan Korea dalam pertemuan tersebut adalah tingginya harga gas industri di Indonesia. Mereka menilai bahwa tarif gas yang diberlakukan masih cukup tinggi dan menjadi beban signifikan bagi sektor manufaktur, terutama industri petrokimia dan kaca yang sangat bergantung pada energi.
Menurut Menperin, keluhan soal harga gas tersebut disampaikan langsung oleh salah satu perwakilan perusahaan Korea dalam pertemuan itu.
“Dalam pertemuan tersebut, ada salah satu perusahaan Korsel yang meminta agar harga gas industri bisa diturunkan lagi,” ungkap Agus Gumiwang.
Lebih lanjut, Menperin menjelaskan bahwa tingginya harga gas berdampak langsung terhadap efisiensi dan daya saing produk industri nasional maupun investor asing yang beroperasi di Indonesia. “Ini karena berkaitan dengan produksi petrokimia di mana harga gas industri di Indonesia dinilai masih cukup mahal,” tambahnya.
Selain itu, perwakilan perusahaan produksi kaca juga mengajukan permintaan agar ada relaksasi dalam penerapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Mereka berharap adanya kelonggaran tarif gas untuk mendorong produktivitas dan menekan biaya produksi yang tinggi.
Pemerintah Siap Tindaklanjuti Aspirasi Investor
Menperin menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak akan tinggal diam terhadap masukan dari para investor. Ia menyatakan bahwa Kemenperin akan menindaklanjuti berbagai persoalan yang dihadapi pelaku industri, termasuk menyampaikan aspirasi tersebut ke kementerian dan lembaga terkait yang memiliki kewenangan dalam pengaturan harga gas bumi.
“Pertemuan ini sangat positif, sangat baik, karena paling tidak kami bisa mengetahui dan bisa diinformasikan apa saja yang menjadi hambatan mereka ketika ingin berinvestasi di Indonesia,” ujar Agus.
Ia juga menambahkan bahwa pemerintah memiliki komitmen tinggi untuk menciptakan iklim investasi yang ramah industri. Oleh karena itu, berbagai regulasi dan kebijakan perizinan yang menjadi hambatan akan terus dievaluasi agar lebih efisien dan mendukung pertumbuhan investasi langsung.
“Kami akan melakukan langkah-langkah konkret di lapangan dan berkoordinasi dengan pihak terkait agar aspirasi investor dapat ditindaklanjuti, terutama dalam hal efisiensi biaya produksi dan kepastian berusaha,” jelasnya.
Peran Strategis HGBT dan Tantangan Implementasinya
Pemerintah Indonesia sejatinya telah memberlakukan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sejak tahun 2020 untuk mendukung daya saing industri nasional. Melalui kebijakan ini, beberapa sektor industri prioritas memperoleh harga gas sebesar US$ 6 per MMBTU (million British thermal units).
Namun dalam praktiknya, pelaksanaan HGBT masih menghadapi sejumlah kendala teknis dan administratif. Tidak semua perusahaan bisa langsung menikmati tarif khusus tersebut karena harus melalui proses verifikasi yang cukup panjang. Inilah yang menjadi salah satu sorotan perusahaan asing, termasuk dari Korea Selatan.
Pelaku industri berharap agar implementasi HGBT dapat diperluas dan proses pengajuannya disederhanakan, sehingga manfaatnya benar-benar terasa bagi sektor manufaktur yang padat energi.
Sinergi Investasi dan Kepastian Regulasi Jadi Kunci
Pertemuan antara Kemenperin dan FKI ini menjadi momentum penting untuk memperkuat kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Korea Selatan. Dalam konteks industri, kepastian regulasi, efisiensi energi, dan kemudahan perizinan menjadi faktor kunci dalam menarik investasi jangka panjang.
Agus Gumiwang menegaskan bahwa pemerintah Indonesia menyambut baik kolaborasi yang lebih erat dengan Korea Selatan dan berharap investasi tersebut akan memberikan manfaat besar tidak hanya bagi perusahaan, tapi juga bagi pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan.
“Kami ingin investasi yang masuk ke Indonesia bukan hanya untuk bisnis semata, tapi juga memberikan dampak pada penguatan industri nasional, transfer teknologi, serta penciptaan lapangan kerja,” pungkasnya.
Dengan semakin aktifnya investor Korea Selatan dalam menjajaki dan memperluas investasi di Indonesia, pemerintah diharapkan semakin responsif dalam menindaklanjuti berbagai aspirasi dan tantangan yang disampaikan pelaku industri. Harga gas industri yang kompetitif, kepastian regulasi, dan efisiensi proses perizinan akan menjadi faktor penentu dalam mewujudkan ekosistem investasi yang sehat dan berkelanjutan.