DPR Dorong PLTN Gantikan PLTG dalam RUPTL 2025/2034, Energi Nuklir Jadi Solusi Krisis Pasokan Gas

Kamis, 24 April 2025 | 11:36:53 WIB

JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengungkapkan arah baru dalam perencanaan energi nasional. Dalam penyusunan dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, pemerintah disebutkan mulai mempertimbangkan penggantian Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) dengan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebagai solusi jangka panjang terhadap keterbatasan pasokan energi fosil.

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Anggota Komisi VII DPR RI, Ramson Siagian, saat memberikan keterangan kepada media usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII bersama pemangku kepentingan energi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu 23 April 2025.

Menurut Ramson, salah satu pertimbangan utama dalam perubahan arah kebijakan ini adalah kesulitan dalam penyediaan pasokan gas bumi sebagai bahan bakar utama pembangkit listrik berbasis gas. Ia menegaskan bahwa keberlanjutan operasional PLTG dalam jangka panjang dipertanyakan karena pasokan gas domestik mulai terbatas dan semakin sulit diandalkan.

“Ada persoalan untuk yang menggunakan energi fosil gas, bahwa sumber gas itu sulit. Jadi kemungkinan akan di-switch ke pembangkit listrik tenaga nuklir,” tegas Ramson saat ditemui wartawan di area Gedung DPR RI, Rabu 23 April 2025.

PLTN dalam RUPTL: Dari Alternatif Menuju Realisasi

Rencana ini menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia mulai membuka jalan lebih luas terhadap pemanfaatan energi nuklir sebagai bagian dari bauran energi nasional. Meski selama ini energi nuklir masih menuai pro dan kontra, namun urgensi kebutuhan akan energi bersih, stabil, dan berkelanjutan membuat opsi ini kian mengemuka.

RUPTL sebagai dokumen perencanaan utama sektor ketenagalistrikan di Indonesia mencerminkan proyeksi kebutuhan dan pasokan listrik selama satu dekade ke depan. Dalam RUPTL 2025–2034, skenario penggunaan PLTN disebut-sebut akan menjadi bagian dari roadmap diversifikasi energi bersih, sejalan dengan komitmen Indonesia terhadap Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.

Penggantian PLTG dengan PLTN, bila direalisasikan, akan menjadi tonggak sejarah baru dalam pengelolaan energi nasional. Selama ini, PLTG menyumbang porsi signifikan terhadap pasokan listrik nasional, terutama di wilayah dengan infrastruktur gas yang memadai.

Namun, di tengah tantangan eksplorasi gas dan penurunan produksi lapangan tua, pemerintah dan DPR mulai mempertimbangkan opsi yang lebih dapat diandalkan dalam jangka panjang, termasuk nuklir yang dikenal sebagai sumber energi baseload yang stabil dan emisi rendah.

Pertimbangan Strategis: Energi, Ekonomi, dan Lingkungan

Dalam diskusi kebijakan energi, penggantian PLTG oleh PLTN tidak hanya dilihat dari aspek pasokan bahan bakar, tetapi juga dari pertimbangan ekonomi dan lingkungan. PLTN menawarkan emisi karbon yang nyaris nol, sekaligus dapat menghasilkan energi dalam jumlah besar dengan footprint lahan yang lebih kecil dibandingkan pembangkit energi terbarukan seperti PLTS atau PLTB.

Selain itu, investasi jangka panjang pada PLTN juga membuka peluang transfer teknologi, penciptaan lapangan kerja, dan penguatan sektor industri dalam negeri yang mendukung pembangunan infrastruktur nuklir.

Namun demikian, Ramson mengingatkan bahwa adopsi teknologi nuklir juga harus melalui proses yang komprehensif dan terukur, termasuk penguatan aspek regulasi, keamanan nuklir, serta kesiapan sumber daya manusia.

“Kita harus melihat ini sebagai langkah strategis jangka panjang. Tapi tentu saja harus dengan kehati-hatian tinggi dan standar keamanan tertinggi,” ujar Ramson menambahkan.

Dukungan Kementerian dan Badan Energi Atom

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) telah menunjukkan sinyal dukungan terhadap pengembangan PLTN, meskipun realisasinya masih dalam tahap persiapan studi kelayakan, pemetaan lokasi, dan penyusunan kerangka regulasi.

Indonesia sebelumnya telah mengkaji beberapa wilayah potensial sebagai lokasi pembangunan PLTN, seperti di Kalimantan Barat, Bangka Belitung, dan Jepara (Muria). Namun, pengembangan ini kerap tertunda akibat kendala politik, sosial, dan keterbatasan anggaran.

Dengan dimasukkannya opsi PLTN ke dalam draf RUPTL 2025–2034, maka kemungkinan realisasi proyek ini menjadi lebih nyata dalam waktu dekat, terlebih jika ada kemauan politik dan dukungan publik yang kuat.

Tantangan Sosial dan Regulasi

Meski secara teknis PLTN memiliki banyak keunggulan, tantangan utama tetap terletak pada penerimaan masyarakat dan jaminan keselamatan. Pengalaman sejumlah negara seperti Jepang dan Jerman menunjukkan bahwa kecelakaan nuklir bisa menimbulkan dampak yang sangat luas dan berkepanjangan.

Ramson pun menekankan pentingnya edukasi publik dan keterbukaan informasi dalam setiap tahapan pengembangan energi nuklir.

“Transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan PLTN sangat krusial. Tanpa itu, sulit untuk mendapatkan kepercayaan publik,” pungkas Ramson.

Momentum Energi Baru untuk Indonesia

Dengan segala tantangan dan potensi yang ada, arah kebijakan untuk menjajaki pembangunan PLTN sebagai pengganti PLTG dalam RUPTL 2025–2034 menandai momentum penting dalam transformasi energi nasional. Di tengah keterbatasan sumber daya fosil dan tuntutan global akan energi bersih, pilihan terhadap nuklir bisa menjadi solusi strategis untuk menopang ketahanan energi Indonesia di masa depan.

Dukungan dari DPR menjadi langkah awal yang penting, namun keberhasilan implementasinya akan sangat tergantung pada komitmen lintas lembaga, kesiapan regulasi, dan kepercayaan publik terhadap keamanan dan manfaat energi nuklir bagi Indonesia.

Terkini

Cara Ajukan KPR Subsidi Bank Mandiri 2025 Lengkap

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:44 WIB

MIND ID Dorong Transformasi Mineral Hijau Nasional

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:42 WIB

Rekomendasi Kuliner Puyuh Goreng Lezat di Malang

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:40 WIB

Rekomendasi Kuliner Dimsum Halal Enak di Bandung

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:39 WIB