JAKARTA - Pasar energi global kembali bergejolak setelah Amerika Serikat menjatuhkan sanksi baru terhadap Iran. Langkah ini langsung berdampak pada lonjakan harga minyak dunia, menandai kekhawatiran pasar terhadap potensi gangguan pasokan di tengah ketegangan geopolitik yang meningkat.
Pada Selasa 22 April 2025, harga minyak mentah dunia menunjukkan kenaikan signifikan. Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei 2025 naik sebesar US$1,23 atau sekitar 2 persen, menjadi US$64,32 per barel di New York Mercantile Exchange. Kenaikan ini terjadi bersamaan dengan berakhirnya kontrak pengiriman WTI bulan Mei pada hari yang sama.
Sementara itu, harga minyak mentah Brent yang menjadi acuan global juga mengalami peningkatan. Untuk pengiriman Juni 2025, Brent naik US$1,18 atau sekitar 1,8 persen, menjadi US$67,44 per barel di London ICE Futures Exchange.
Latar Belakang Sanksi Terbaru dari AS
Kenaikan harga minyak ini terjadi setelah Amerika Serikat mengumumkan sanksi baru terhadap Iran. Dalam pernyataan resminya, Departemen Keuangan AS mengungkapkan bahwa pihaknya menjatuhkan sanksi kepada pebisnis Iran Seyed Asadoollah Emamjomeh dan jaringan korporasi miliknya. Emamjomeh disebut bertanggung jawab atas pengiriman liquefied petroleum gas (LPG) dan minyak mentah Iran senilai jutaan dolar ke berbagai negara, yang dinilai melanggar ketentuan sanksi internasional.
Departemen Keuangan AS menyatakan bahwa dana hasil penjualan komoditas energi tersebut digunakan untuk mendanai program rudal balistik dan program nuklir Iran, serta memberikan dukungan kepada kelompok militan seperti Hezbollah, Houthi, dan Hamas.
“Kami berkomitmen untuk terus menekan jaringan pendanaan Iran yang menyokong aktivitas destabilisasi di kawasan Timur Tengah,” ujar juru bicara Departemen Keuangan AS dalam pernyataan yang dikutip Reuters. “Langkah ini menargetkan individu dan entitas yang secara aktif memfasilitasi perdagangan energi ilegal yang digunakan untuk membiayai program senjata Iran.”
Dampak Langsung ke Pasar Energi Global
Pasar merespons sanksi ini dengan kekhawatiran terhadap potensi terganggunya pasokan minyak dari kawasan Timur Tengah. Iran merupakan salah satu produsen utama minyak di kawasan tersebut, dan langkah sanksi dari AS dinilai dapat mempersempit akses Iran ke pasar ekspor global, yang secara langsung memengaruhi ketersediaan pasokan minyak.
“Ketika salah satu pemain utama di pasar minyak dikenai sanksi, investor dan pelaku pasar langsung mengantisipasi risiko pasokan yang menurun,” ujar analis energi dari Again Capital LLC, John Kilduff, dikutip oleh Reuters. “Ini menjadi pemicu alami bagi kenaikan harga dalam jangka pendek.”
Potensi Gejolak Baru di Timur Tengah
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali menjadi sorotan utama pasar energi global. Langkah terbaru dari pemerintah AS ini dinilai sebagai bagian dari strategi tekanan maksimum terhadap Iran, terutama menyangkut aktivitas nuklir dan hubungan Iran dengan kelompok-kelompok bersenjata di kawasan.
Seiring dengan meningkatnya eskalasi, analis memperkirakan bahwa harga minyak bisa terus naik jika Iran merespons sanksi tersebut dengan kebijakan balasan, misalnya dengan mengurangi produksi atau mengganggu distribusi di Selat Hormuz — jalur strategis pengiriman minyak dunia.
“Situasi ini tidak hanya menyangkut sisi ekonomi, tetapi juga risiko politik dan militer di kawasan,” kata analis geopolitik dari Eurasia Group, Henry Rome, kepada Reuters. “Setiap ketegangan tambahan bisa berujung pada ketidakstabilan pasokan, dan pasar akan bereaksi sangat sensitif terhadap itu.”
Reaksi Pasar dan Prediksi Ke Depan
Lonjakan harga minyak ini memperkuat sentimen bullish di pasar energi yang sebelumnya sempat tertekan oleh kekhawatiran perlambatan ekonomi global. Meski demikian, beberapa analis tetap mewaspadai potensi fluktuasi tajam apabila terjadi perkembangan diplomatik baru atau respons dari negara-negara konsumen utama seperti China dan India.
Selain itu, negara-negara anggota OPEC+ kemungkinan akan memantau situasi ini secara ketat dan bisa saja melakukan penyesuaian produksi untuk menjaga stabilitas harga minyak global.
“Pasar sedang berada dalam masa yang sangat dinamis, dan sanksi seperti ini bisa menjadi pemicu lonjakan harga jangka pendek, namun masih terlalu dini untuk mengatakan apakah tren ini akan berlanjut dalam jangka panjang,” kata analis minyak dari Rystad Energy, Louise Dickson.
Dengan meningkatnya ketegangan antara AS dan Iran, pasar energi global kembali memasuki fase penuh ketidakpastian. Sanksi yang dijatuhkan terhadap tokoh bisnis Iran dan jaringannya bukan hanya berdampak pada ekonomi Iran, tapi juga menciptakan efek domino terhadap harga minyak mentah dunia. Selama belum ada kepastian soal deeskalasi atau penyelesaian diplomatik, pasar akan tetap waspada dan fluktuatif.
Langkah-langkah seperti ini menunjukkan betapa erat kaitannya antara kebijakan geopolitik dan pergerakan harga komoditas energi global. Sebagai negara dengan pengaruh besar di pasar energi, keputusan Amerika Serikat jelas membawa dampak luas, tak hanya pada pasar minyak, tetapi juga pada stabilitas kawasan Timur Tengah.