Harga Minyak Global Menguat: Sentimen Positif dari Sanksi Iran hingga Sikap Melunak Trump terhadap The Fed

Rabu, 23 April 2025 | 13:00:03 WIB

JAKARTA - Harga minyak dunia kembali mengalami penguatan pada Rabu 23 April 2025 dipicu oleh berbagai sentimen pasar yang saling memperkuat. Mulai dari sanksi baru Amerika Serikat terhadap Iran, penurunan stok minyak mentah AS, hingga pelunakan sikap Presiden Donald Trump terhadap Federal Reserve (The Fed), menjadi pemicu utama yang mendorong reli harga minyak mentah global.

Mengutip laporan, harga minyak mentah jenis Brent naik 61 sen atau 0,9 persen, menjadi US$68,05 per barel. Sementara itu, minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) asal Amerika Serikat turut menguat 0,94 persen atau 60 sen, mencapai US$64,27 per barel.

Sentimen Positif Berlapis: Dari Sanksi Iran hingga Trump dan The Fed

Penguatan harga minyak ini tidak datang dari satu faktor tunggal, melainkan kombinasi dari sejumlah faktor ekonomi dan geopolitik global yang tengah terjadi secara bersamaan. Salah satu pemicu utama adalah sanksi baru yang diumumkan oleh Amerika Serikat terhadap individu dan jaringan korporasi asal Iran, yang dituduh berperan dalam pengiriman minyak mentah dan gas cair (LPG) ke berbagai negara.

Sanksi tersebut menargetkan Seyed Asadoollah Emamjomeh, seorang pengusaha Iran yang dituding sebagai dalang utama dalam skema penjualan minyak yang hasilnya disebut digunakan untuk mendukung aktivitas nuklir Iran serta pembiayaan kelompok militan seperti Hezbollah, Houthi, dan Hamas. Langkah ini menambah tekanan terhadap ekspor minyak Iran, yang secara tidak langsung mempengaruhi ketersediaan pasokan global.

“Kami akan terus menargetkan entitas yang memfasilitasi ekspor energi Iran secara ilegal, yang digunakan untuk membiayai aktivitas yang membahayakan stabilitas kawasan,” kata pejabat Departemen Keuangan AS. Sanksi tersebut diumumkan pada Selasa 22 April 2025, sehari sebelum kenaikan harga minyak terjadi.

Trump Lunak, Pasar Tenang

Faktor geopolitik lainnya yang turut mendongkrak harga minyak adalah sikap Presiden AS Donald Trump yang mulai melunak terhadap bank sentral AS, Federal Reserve. Setelah sempat melontarkan kritik keras dan bahkan mengancam akan memecat Ketua The Fed Jerome Powell karena enggan memangkas suku bunga, Trump pada akhirnya menarik kembali ancaman tersebut.

Langkah ini dianggap sebagai sinyal positif oleh para pelaku pasar, karena meredakan kekhawatiran terhadap potensi krisis kebijakan moneter di AS. Trump juga menyatakan kemungkinan akan menurunkan tarif terhadap China, sebuah sinyal perbaikan dalam hubungan dagang dua negara ekonomi terbesar dunia.

“Saya kira Jerome Powell masih bisa melakukan pekerjaan dengan baik, dan kami mungkin akan mempertimbangkan kembali pendekatan kami terhadap kebijakan tarif,” ujar Trump kepada media lokal AS.

Pernyataan ini langsung memberikan angin segar bagi pasar, termasuk pasar energi, karena menurunkan risiko ketegangan geopolitik lebih lanjut yang bisa berdampak negatif pada permintaan minyak.

Penurunan Stok Minyak Mentah AS Perkuat Sentimen

Selain faktor-faktor di atas, sentimen positif juga datang dari data penurunan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan analis. Penurunan stok ini menunjukkan peningkatan konsumsi atau permintaan domestik yang lebih tinggi, sehingga mempersempit pasokan dan mendorong harga naik.

Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan bahwa stok minyak mentah turun lebih dari 4 juta barel selama sepekan terakhir. Data ini memperkuat sinyal bahwa permintaan energi di AS masih tetap kuat di tengah berbagai tekanan ekonomi global.

“Penurunan signifikan pada stok minyak mentah memberi sinyal bahwa pasar domestik tetap sehat dan permintaan tetap terjaga,” ujar analis komoditas dari Price Futures Group, Phil Flynn.

Kombinasi Faktor Dorong Tren Bullish

Gabungan dari sanksi Iran, pelunakan retorika Trump, dan penurunan stok minyak membuat pasar minyak global kembali masuk dalam tren bullish. Para analis memperkirakan bahwa jika tidak ada perubahan signifikan dari sisi geopolitik atau kebijakan, tren kenaikan ini bisa terus berlanjut dalam jangka pendek.

Namun demikian, sebagian pihak tetap mengingatkan bahwa pasar minyak sangat sensitif terhadap perkembangan kebijakan dan diplomasi internasional, terutama yang berkaitan dengan Iran, China, dan kebijakan The Fed.

“Pasar saat ini tengah berada dalam fase reaktif, sangat cepat dalam merespons kabar baik maupun buruk,” ujar analis dari Energy Aspects, Amrita Sen. “Setiap pernyataan atau langkah kebijakan dari pemerintahan Trump, The Fed, atau bahkan OPEC, bisa mengubah arah pergerakan harga secara drastis.”

Prospek dan Tantangan ke Depan

Meskipun saat ini harga minyak tengah menguat, risiko tetap membayangi pasar energi global. Ketidakpastian terkait arah kebijakan moneter AS, ketegangan geopolitik di Timur Tengah, dan potensi perlambatan ekonomi di Tiongkok masih menjadi faktor-faktor yang dapat membalik arah tren sewaktu-waktu.

Selain itu, OPEC+ dijadwalkan akan melakukan pertemuan dalam waktu dekat untuk membahas kemungkinan penyesuaian produksi. Keputusan dari pertemuan ini akan menjadi penentu utama apakah harga minyak akan terus melanjutkan penguatan atau mulai terkoreksi kembali.

Bagi para pelaku pasar, fleksibilitas dan kesiapan menghadapi fluktuasi harga menjadi kunci dalam mengelola risiko di tengah ketidakpastian yang tinggi ini.

Terkini

Cara Ajukan KPR Subsidi Bank Mandiri 2025 Lengkap

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:44 WIB

MIND ID Dorong Transformasi Mineral Hijau Nasional

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:42 WIB

Rekomendasi Kuliner Puyuh Goreng Lezat di Malang

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:40 WIB

Rekomendasi Kuliner Dimsum Halal Enak di Bandung

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:39 WIB