Harga Minyak Dunia Mulai Menguat, Pasar Merespons Sinyal Positif dari AS dan Iran

Selasa, 15 April 2025 | 08:18:27 WIB

JAKARTA - Harga minyak mentah global mulai menunjukkan penguatan setelah sempat mengalami tekanan tajam dalam beberapa pekan terakhir. Stabilitas ini terjadi seiring pasar yang mencermati langkah terbaru Amerika Serikat dalam meredam tensi perang dagang, serta respons positif terhadap prospek pelonggaran sanksi minyak terhadap Iran.

Dalam perdagangan Senin (14 April 2025, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) tercatat stabil di kisaran US$61,50 per barel, sementara minyak Brent Crude bertahan di bawah level US$65 per barel. Ini merupakan indikasi awal bahwa pasar mulai merespons dengan hati-hati terhadap berbagai sinyal geopolitik yang memengaruhi pasokan dan permintaan minyak mentah dunia.

Trump Tunda Tarif, Pasar Menyambut Positif

Salah satu pemicu utama stabilnya harga minyak adalah keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang memilih untuk menunda penerapan tarif impor pada sejumlah produk elektronik, termasuk smartphone dan laptop. Keputusan ini dipandang sebagai langkah menenangkan di tengah perang dagang yang sebelumnya sempat memicu kekhawatiran resesi global.

Pasar ekuitas di AS langsung merespons positif keputusan tersebut. Indeks saham utama seperti Dow Jones dan S&P 500 menguat, mencerminkan optimisme investor terhadap prospek ekonomi jangka pendek. Pergerakan ini juga berdampak pada pasar minyak, yang selama ini sensitif terhadap tanda-tanda perlambatan ekonomi akibat konflik dagang.

"Langkah Presiden Trump yang menunda tarif telah memberikan napas segar bagi pasar global, termasuk sektor energi," ujar Andrew Lipow, analis dari Lipow Oil Associates. Ia menambahkan, “Meskipun situasi masih rentan, ini menunjukkan bahwa ada ruang untuk negosiasi dan de-eskalasi konflik.”

Konsumen AS Prediksi Inflasi Naik, Harga Minyak Tertekan

Namun demikian, data terbaru dari sektor konsumen AS menunjukkan bahwa masyarakat memperkirakan inflasi akan meningkat pada tahun depan. Ekspektasi ini memicu kekhawatiran bahwa daya beli masyarakat akan tertekan, yang pada akhirnya dapat berdampak pada penurunan permintaan energi, khususnya bahan bakar minyak.

Ekspektasi inflasi yang tinggi juga dapat mendorong The Federal Reserve untuk tetap agresif dalam menaikkan suku bunga, sesuatu yang umumnya berdampak negatif terhadap harga komoditas termasuk minyak mentah.

“Pasar kini berada dalam dilema antara menyambut kabar baik dari sisi geopolitik dan mengantisipasi tekanan dari sisi makroekonomi,” ungkap Amrita Sen, kepala analis energi di Energy Aspects Ltd.

AS dan Iran Gelar Pembicaraan Nuklir: Peluang Minyak Iran Kembali ke Pasar

Selain faktor kebijakan dagang, perkembangan besar lainnya datang dari kawasan Timur Tengah. Amerika Serikat dan Iran menggelar pembicaraan tingkat tinggi di Oman pada Sabtu 12 April 2025 dalam rangka mencari solusi atas kebuntuan panjang terkait program nuklir Teheran.

Diskusi ini menjadi pertemuan resmi tingkat tinggi pertama antara kedua negara sejak tahun 2022. Baik Washington maupun Teheran menggambarkan pertemuan tersebut sebagai “diskusi yang konstruktif”, menandakan adanya upaya nyata untuk meredakan ketegangan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Langkah diplomasi ini dipandang sebagai sinyal bahwa minyak Iran berpotensi kembali ke pasar global, yang tentu saja akan berdampak signifikan terhadap pasokan global, terutama di tengah keputusan OPEC+ yang baru-baru ini mempercepat peningkatan produksi.

“Pembicaraan antara AS dan Iran memberikan harapan baru bahwa ketegangan dapat diredam dan pasokan minyak dari Iran bisa kembali mengalir, yang akan meningkatkan fleksibilitas pasokan global,” kata James Williams, analis energi dari WTRG Economics.

OPEC+ di Tengah Tekanan Pasar dan Diplomasi Global

Dalam konteks ini, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, OPEC+, menghadapi tantangan baru. Keputusan diplomatik AS dan Iran bisa menggeser keseimbangan pasokan global secara drastis. Iran, sebagai salah satu anggota OPEC yang selama ini terkena sanksi keras, memiliki cadangan minyak mentah yang sangat besar dan infrastruktur yang siap digunakan kembali jika sanksi dicabut.

Jika minyak Iran kembali membanjiri pasar, maka negara-negara anggota OPEC lainnya perlu melakukan penyesuaian strategi agar tidak memicu oversupply yang bisa menekan harga lebih jauh. Sejumlah negara, seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, disebut tengah mempersiapkan skenario alternatif terkait volume produksi mereka.

“Pasar sedang bermain catur dengan banyak variabel. Setiap langkah geopolitik bisa menggeser harga dengan cepat,” ujar Fatih Birol, Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA).

Proyeksi Pasar: Optimisme dengan Hati-Hati

Melihat kondisi saat ini, para analis cenderung mengambil posisi netral hingga optimis secara hati-hati dalam melihat prospek harga minyak dalam beberapa pekan ke depan. Volatilitas masih tinggi, namun adanya sinyal de-eskalasi konflik menjadi faktor penyeimbang yang cukup kuat.

Goldman Sachs, dalam laporan riset terbarunya, menyatakan bahwa harga Brent diperkirakan bergerak di kisaran US$66–68 per barel hingga akhir kuartal kedua, dengan asumsi tidak ada gangguan besar dari sisi geopolitik. Sementara itu, WTI diproyeksikan tetap bertahan di rentang US$60–62, tergantung respons pasar terhadap data ekonomi dan hasil lanjutan dari pembicaraan AS-Iran.

“Volatilitas masih akan ada, tetapi arah tren saat ini menunjukkan bahwa pasar mulai menemukan titik keseimbangan baru,” tulis analis Goldman Sachs dalam laporannya.

Perubahan Haluan Politik Global Jadi Katalis Harga Minyak

Kestabilan harga minyak dunia yang mulai tampak saat ini sangat dipengaruhi oleh dua kekuatan utama: kebijakan perdagangan Amerika Serikat dan hubungan diplomatiknya dengan Iran. Keputusan Presiden Trump yang menahan tarif serta dimulainya kembali dialog konstruktif antara Washington dan Teheran menjadi dua katalis penting yang berpotensi mengubah lanskap energi global.

Namun, pasar belum sepenuhnya lepas dari ketidakpastian. Risiko dari inflasi yang meningkat, kebijakan suku bunga, serta arah produksi OPEC+ akan tetap menjadi faktor penentu dalam beberapa bulan ke depan.

Dengan kata lain, harga minyak saat ini memang mulai menguat, namun fondasi di balik penguatan tersebut masih rapuh dan penuh tantangan. Investor dan pelaku industri energi harus tetap waspada dan adaptif dalam merespons perubahan cepat di panggung geopolitik dan ekonomi dunia.

Terkini

Cara Ajukan KPR Subsidi Bank Mandiri 2025 Lengkap

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:44 WIB

MIND ID Dorong Transformasi Mineral Hijau Nasional

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:42 WIB

Rekomendasi Kuliner Puyuh Goreng Lezat di Malang

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:40 WIB

Rekomendasi Kuliner Dimsum Halal Enak di Bandung

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:39 WIB