JAKARTA - Mahkamah Agung India baru-baru ini membuat keputusan penting dalam sengketa properti yang melibatkan akta adopsi, menolak upaya seorang pria untuk menggunakan akta tersebut sebagai dasar klaim warisan. Kasus ini mencuat setelah Pengadilan Tinggi Allahabad membuang akta adopsi yang digunakan oleh Ashok Kumar dalam klaimnya atas warisan tanah milik Bhuneshwar Singh, seorang penduduk yang telah meninggal dunia. Mahkamah Agung memutuskan untuk tidak mengubah keputusan pengadilan tinggi tersebut, dengan alasan bahwa akta adopsi tersebut dimaksudkan untuk menghalangi hak waris sah anak-anak perempuan biologis almarhum.
Sengketa Properti yang Berlarut-Larut
Kasus ini bermula pada tahun 1967, ketika Bhuneshwar Singh, yang memiliki dua anak perempuan biologis, Shiv Kumari Devi dan Harmunia, diduga mengadopsi Ashok Kumar dalam sebuah upacara adopsi formal. Ashok Kumar mengklaim bahwa adopsi tersebut memberinya hak untuk mewarisi properti almarhum Bhuneshwar Singh. Namun, klaim ini segera mendapat perlawanan dari dua anak perempuan Bhuneshwar Singh, yang berargumen bahwa adopsi itu tidak sah dan hanya digunakan sebagai alat untuk menafikan hak mereka atas warisan ayah mereka.
Dalam pertarungan hukum yang berlangsung lama, Pengadilan Tinggi Allahabad sebelumnya telah memutuskan untuk menolak akta adopsi tersebut, menyatakan bahwa adopsi itu dilakukan dengan tujuan untuk mengalihkan hak waris anak perempuan Bhuneshwar Singh yang sah. Keputusan ini akhirnya didukung oleh Mahkamah Agung, yang menganggap langkah tersebut sebagai upaya manipulatif untuk mengurangi hak waris yang seharusnya jatuh kepada anak perempuan almarhum.
Pengadilan Menilai Tujuan Adopsi
Mahkamah Agung menganggap bahwa meskipun adopsi secara formal dilakukan, tujuan di balik adopsi tersebut tidak sah. Dalam putusannya, Mahkamah Agung menyatakan bahwa akta adopsi yang diajukan oleh Ashok Kumar hanya bertujuan untuk menggugurkan hak waris anak-anak perempuan almarhum. “Kami berpendapat bahwa adopsi ini dilakukan dengan niat yang jelas untuk menyangkal hak anak perempuan almarhum atas properti yang mereka seharusnya warisi,” ujar seorang hakim Mahkamah Agung dalam pernyataannya.
Keputusan Mahkamah Agung ini tidak hanya menjadi preseden penting dalam masalah hak waris, tetapi juga menyoroti perlunya transparansi dan kejelasan dalam praktik adopsi serta penegakan hak waris yang adil, terutama bagi perempuan yang sering kali dipinggirkan dalam hukum warisan di banyak sistem hukum.
Reaksi dari Pihak Terkait
Shiv Kumari Devi, salah satu anak perempuan Bhuneshwar Singh, menyambut baik keputusan Mahkamah Agung yang membatalkan upaya adopsi yang disengaja untuk merampas hak mereka. Dalam sebuah pernyataan, dia menekankan bahwa keputusan ini mengembalikan keadilan dan menghormati hak waris yang sah. “Kami merasa lega dan bersyukur bahwa Mahkamah Agung telah menegakkan hak kami sebagai anak perempuan dari Bhuneshwar Singh. Ini adalah langkah yang sangat penting dalam memastikan bahwa perempuan tidak dirugikan dalam kasus-kasus warisan seperti ini,” kata Shiv Kumari Devi.
Sementara itu, kuasa hukum Ashok Kumar, yang mewakili pemohon, menanggapi keputusan ini dengan kekecewaan. Mereka berargumen bahwa keputusan ini menciptakan ketidakpastian dalam hal adopsi sebagai alat untuk mewarisi harta keluarga. “Kami mengakui keputusan Mahkamah Agung, namun kami percaya bahwa ada banyak ketidakpastian dalam hukum warisan terkait adopsi, dan ini akan berdampak pada banyak orang di masa depan,” kata pengacara Ashok Kumar.
Konteks Hukum Adopsi dan Warisan di India
Kasus ini juga membuka kembali perdebatan tentang hukum warisan dan adopsi di India, yang memiliki sistem warisan yang kompleks, terutama terkait dengan hak waris perempuan. Menurut hukum warisan India, anak perempuan memiliki hak yang setara dengan anak laki-laki dalam mewarisi properti keluarga, namun dalam praktiknya, hak ini sering kali diabaikan atau diganggu gugat, terutama dalam masyarakat tradisional.
Adopsi, meskipun sah secara hukum, sering kali disalahgunakan dalam konteks warisan untuk mengalihkan hak-hak yang semestinya jatuh kepada anak perempuan atau anggota keluarga lainnya. Dalam hal ini, Mahkamah Agung India menegaskan pentingnya menghormati hak waris anak-anak kandung, terutama perempuan, yang kerap kali terpinggirkan dalam perkara harta warisan.
Impak Keputusan Terhadap Praktik Adopsi dan Warisan
Keputusan Mahkamah Agung ini diharapkan dapat memberikan pengaruh besar terhadap praktik adopsi dan warisan di India. Dengan menegaskan bahwa adopsi yang dilakukan dengan niat untuk menyangkal hak waris anak perempuan adalah tidak sah, Mahkamah Agung mengirimkan pesan kuat tentang perlunya melindungi hak-hak perempuan dalam hal pembagian harta warisan.
Selain itu, keputusan ini juga menunjukkan bahwa pengadilan di India semakin sensitif terhadap kasus-kasus yang melibatkan ketidakadilan gender dalam hak waris. Hal ini bisa menjadi langkah positif untuk memastikan bahwa sistem hukum di India tidak hanya adil bagi laki-laki, tetapi juga melindungi hak-hak perempuan secara setara.
Keputusan Mahkamah Agung India dalam kasus sengketa properti ini menegaskan pentingnya melindungi hak waris anak perempuan dan menghindari manipulasi hukum melalui adopsi yang disengaja. Dengan menolak akta adopsi yang diajukan oleh Ashok Kumar, Mahkamah Agung mengirimkan pesan yang jelas bahwa hukum harus mendukung hak-hak yang sah dari setiap individu, tanpa pandang bulu. Keputusan ini akan menjadi rujukan penting dalam penegakan hukum warisan dan adopsi di India, serta memberikan harapan bagi perempuan dalam mempertahankan hak waris mereka yang sering kali terabaikan.