JAKARTA - Ratusan warga Transmigrasi Kulo Jaya di Kabupaten Maluku Utara melancarkan aksi protes besar-besaran setelah mengetahui bahwa tanah restan seluas 7 hektare di desanya telah dijual secara sepihak oleh Kepala Desa dan Sekretaris Desa kepada sebuah perusahaan tambang. Kejadian ini terjadi pada hari Kamis 6 Maret 2025 dan menyebabkan kemarahan warga memuncak hingga berujung pada blokade kantor desa.
Menurut keterangan dari sejumlah warga, penjualan tanah restan tersebut dinilai tidak transparan dan penuh dengan aroma kecurangan. Mereka merasa dirugikan karena uang ganti rugi dari penjualan tanah, yang seharusnya dibagikan secara merata kepada seluruh warga, ternyata hanya dinikmati oleh segelintir pihak. “Kami ingin kejelasan dan transparansi. Uang ganti rugi yang kami terima hanya Rp 1.050.000 per kepala keluarga, namun ke mana sisanya?” ujar Agung, salah satu perwakilan warga yang turut dalam aksi protes.
Sumber lokal menyebutkan bahwa penjualan tanah tersebut dilakukan tanpa adanya musyawarah atau pemberitahuan kepada warga transmigrasi yang berhak atas tanah. Ini menambah amarah warga karena mereka merasa diabaikan dan dilecehkan terhadap hak-hak mereka sebagai bagian dari komunitas desa.
Kepala Desa Kulo Jaya, dalam keterangannya kepada media, menyatakan bahwa penjualan tanah dilakukan untuk kepentingan pembangunan dan kemajuan desa. Namun, alasan yang diberikan oleh pihak pemerintah desa dianggap tidak masuk akal oleh warga. Mereka menilai ini merupakan bentuk pelanggaran etika dan hukum yang parah. Sekretaris Desa Kulo Jaya juga belum memberikan keterangan resmi mengenai aliran dana hasil penjualan tanah tersebut.
Protes ini tidak hanya dilakukan dengan memblokade kantor desa, tetapi juga menyebar ke media sosial, di mana warga membagikan kronologi kejadian dan menyerukan dukungan dari pihak-pihak terkait. Warga berharap pemerintah kabupaten dan lembaga terkait dapat turun tangan menyelesaikan masalah ini dengan adil.
Seorang akademisi dari Universitas Maluku Utara, yang telah lama meneliti tentang konflik agraria, menyebutkan bahwa kasus seperti ini kerap terjadi di daerah dengan potensi tambang. “Pihak desa sering kali tergiur dengan iming-iming keuntungan jangka pendek tanpa memikirkan dampak jangka panjang bagi warga. Ini adalah masalah sistemik yang harus segera diatasi melalui regulasi dan pengawasan yang ketat,” katanya.
Saat berita ini diturunkan, warga tetap bertahan di depan kantor desa, menuntut keadilan dan transparansi dari pemerintah desa. “Kami tidak akan berhenti sampai ada kejelasan tentang aliran dana dan ada tindakan tegas terhadap mereka yang telah menyelewengkan hak kami,” tegas Siti, salah satu ibu rumah tangga yang sangat berharap kepada pihak berwenang untuk memberikan keadilan.
Para tokoh masyarakat dan pemuka agama setempat juga turut mendukung aksi warga. Mereka menyerukan agar pemerintah kabupaten segera turun tangan dan menyelesaikan masalah ini sebelum situasi semakin memanas dan berujung pada tindakan yang lebih destruktif. "Kami butuh solusi, bukan janji. Pemerintah harus hadir dan memberikan keadilan bagi warga," ujar Ustaz Rahmat, salah satu tokoh agama setempat.
Akibat dari protes besar-besaran ini, aktivitas di kantor desa terhenti. Para pegawai desa tidak dapat menjalankan tugas administrasi karena blokade yang dilakukan warga. Hingga saat ini, belum ada dialog formal yang dilakukan antara warga dan pihak desa untuk menemukan solusi atas masalah ini. Namun, harapan untuk mediasi dan penyelesaian damai tetap ada jika ada kesepakatan dari kedua belah pihak.
Di sisi lain, pihak perusahaan tambang yang disebut-sebut sebagai pembeli tanah restan belum memberikan komentar resmi tentang pembelian tanah tersebut. Mereka diharapkan bisa memberikan penjelasan mengenai keterkaitan mereka dalam masalah ini dan bagaimana mereka berencana menangani tuntutan warga.
Konflik tanah di Kulo Jaya ini mencerminkan betapa pentingnya aspek transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset desa. Kasus ini bisa menjadi pembelajaran bagi banyak pihak akan pentingnya memasukkan partisipasi masyarakat dalam setiap keputusan yang berdampak pada mereka. Apalagi dengan melibatkan potensi sumber daya alam yang diharapkan dapat menjadi aset berharga bagi kemajuan komunitas.
Pemerintah kabupaten dan lembaga terkait diharapkan dapat segera turun tangan dan memberikan penyelesaian yang adil serta menganalisis kebijakan ke depan agar masalah serupa tidak terulang. Melibatkan akademisi, LSM, dan para ahli dalam menyelesaikan masalah ini juga bisa menjadi langkah strategis agar penyelesaian berjalan optimal dan tidak sekadar meredakan situasi sesaat.
Siaga warga dalam menjaga hak-hak mereka adalah manifestasi dari kesadaran akan pentingnya keadilan sosial dan pemerataan pembangunan yang harus dipertahankan bersama. Dengan keterlibatan semua pihak, diharapkan sebuah solusi konkret dapat ditemukan sehingga kesejahteraan dan perdamaian di Kulo Jaya dapat tercapai kembali.