JAKARTA - Pemerintah Indonesia terus berupaya menggenjot sektor industri hijau dan energi terbarukan. Salah satu langkah konkret adalah dengan menjajaki kerja sama investasi pengembangan nikel untuk baterai Electric Vehicle (EV) bersama perusahaan raksasa Prancis, Eramet. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, baru-baru ini mengadakan pertemuan penting dengan CEO Eramet, Christel Bories, di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Paris.
Pertemuan bilateral ini menandai langkah strategis bagi Indonesia dalam merealisasikan proyek transisi energi yang lebih ramah lingkungan. “Kami berkomitmen untuk mendukung agenda hilirisasi industri di Indonesia dengan investasi yang berfokus pada pengembangan fasilitas manufaktur hijau. Kami percaya bahwa inisiatif ini akan memberikan dampak positif bagi ekonomi dan lingkungan di Indonesia,” ujar Christel Bories, CEO Eramet, dalam pertemuan tersebut.
Fokus Pengembangan di Weda Bay, Halmahera Tengah
Eramet, melalui komitmen terbarunya, berencana mengembangkan fasilitas manufaktur baterai EV di Weda Bay, Halmahera Tengah. Lokasi ini dianggap strategis karena merupakan salah satu daerah dengan cadangan nikel terbesar di Indonesia. Pengembangan ini diharapkan dapat mempercepat upaya Indonesia dalam membangun ekosistem industri kendaraan listrik yang mandiri.
Airlangga Hartarto menegaskan pentingnya kerja sama ini bagi Indonesia. “Proyek ini bukan hanya soal investasi, tetapi juga soal transfer teknologi dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia Indonesia dalam industri baterai EV. Ini adalah bagian dari transformasi besar yang sedang kami upayakan,” jelasnya.
Dukungan Terhadap Hilirisasi Industri
Indonesia telah lama dikenal sebagai salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia. Namun, pemerintah saat ini tengah berfokus untuk melakukan hilirisasi industri, yakni menambah nilai tambah nikel sebelum diekspor dengan memproduksi barang setengah jadi atau jadi. Dengan kerja sama bersama Eramet, Indonesia dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil bumi lokal sebelum dipasarkan ke luar negeri.
“Komitmen Eramet ini sejalan dengan strategi nasional kami untuk melakukan hilirisasi dan mengurangi ketergantungan ekspor bahan mentah. Kami menginginkan agar Indonesia menjadi pusat industri baterai EV dunia,” ungkap Airlangga Hartarto.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa tantangan dalam proyek ini tetap ada. Mulai dari regulasi yang harus dipenuhi, pengembangan teknologi yang memadai, hingga pengelolaan dampak lingkungan. Airlangga menegaskan bahwa pemerintah akan memastikan setiap langkah pengembangan ini sesuai dengan prinsip keberlanjutan.
Di sisi lain, Eramet menyatakan pihaknya siap bekerja sama dengan pemerintah setempat untuk memastikan proyek ini tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. “Kami ingin memastikan bahwa setiap langkah yang kami ambil selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Ini penting untuk masa depan kita bersama,” kata Christel Bories.
Peluang Ekonomi dan Lapangan Kerja
Proyek ini juga diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi Indonesia, terutama dari segi penciptaan lapangan kerja baru. Pabrik manufaktur baterai EV yang dikembangkan bersama Eramet diyakini dapat menyerap ribuan tenaga kerja lokal, baik secara langsung maupun tidak langsung.
“Saya optimis bahwa proyek ini akan menciptakan banyak lapangan kerja baru bagi masyarakat Indonesia, terutama di wilayah yang menjadi lokasi pengembangan proyek. Ini juga akan memicu pertumbuhan ekonomi lokal,” tutur Airlangga Hartarto.
Penguatan Hubungan Bilateral dengan Prancis
Kerja sama dengan Eramet ini juga menjadi salah satu penanda penting kedekatan hubungan bilateral antara Indonesia dan Prancis. Kedua negara telah lama menjalin hubungan yang kuat, dan proyek ini dapat menjadi simbol dari upaya bersama dalam mendukung transisi energi global.
Christel Bories menambahkan bahwa Eramet melihat Indonesia sebagai mitra strategis jangka panjang dalam sektor energi terbarukan. “Kami memandang Indonesia bukan hanya sebagai tempat berinvestasi, tetapi juga sebagai sahabat dalam perjalanan menuju transisi energi yang lebih hijau dan berkelanjutan,” katanya.
Pertemuan bilateral antara Airlangga Hartarto dengan Christel Bories di Paris menegaskan komitmen kuat dari kedua belah pihak dalam mendukung proyek pengembangan nikel untuk baterai EV. Dengan fokus pengembangan di Weda Bay, Halmahera Tengah, diharapkan dapat mempercepat hilirisasi industri nikel di Indonesia, menciptakan lapangan kerja baru, serta mempererat hubungan bilateral antara Indonesia dan Prancis. Di tengah tantangan yang ada, komitmen terhadap keberlanjutan menjadi kunci dalam mewujudkan proyek ini. Ke depan, Indonesia diharapkan bisa menjadi pemain utama dalam industri baterai EV global, dengan memastikan bahwa praktik yang dilakukan adalah yang terbaik untuk masyarakat dan lingkungan.