Jaringan Advokasi Tambang Jatam mendesak perusahaan-perusahaan tambang nikel di Kabupaten Morowali

Selasa, 08 April 2025 | 00:26:59 WIB
Jaringan Advokasi Tambang Jatam mendesak perusahaan-perusahaan tambang nikel di Kabupaten Morowali

JAKARTA - Koordinator Jatam Sulawesi Tengah, Moh Taufik, menegaskan bahwa jika perusahaan tidak memenuhi kewajiban tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) seharusnya mengambil tindakan tegas dengan mencabut atau menghentikan sementara kegiatan pertambangan mereka.

Taufik menjelaskan bahwa pemerintah telah menetapkan berbagai regulasi terkait reklamasi pascatambang, seperti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 yang mewajibkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk melakukan reklamasi dengan tingkat keberhasilan 100 persen serta menempatkan dana jaminan reklamasi. Namun, implementasi di lapangan masih lemah, dengan banyak perusahaan yang melanggar ketentuan tersebut.

Selain itu, Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018 dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 juga mengatur pelaksanaan kaidah pertambangan yang baik serta reklamasi dan pascatambang. Meski demikian, masih banyak perusahaan yang mengabaikan kewajiban ini, sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. 

Menanggapi hal ini, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menegaskan bahwa pihaknya tidak akan ragu untuk mencabut Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban rehabilitasi lahan. "Soal IPPKH tambang, secara tegas saya katakan saya berani pak, saya tidak ada masalah," ujar Raja Juli Antoni. 

Sebelumnya, Raja Juli Antoni juga telah mencabut Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dari 18 perusahaan yang tidak memanfaatkan izin tersebut secara maksimal. Keputusan ini diambil atas instruksi langsung Presiden Prabowo Subianto dengan alasan perusahaan-perusahaan tersebut tidak memanfaatkan izin yang diberikan secara maksimal. 

Jatam menyoroti bahwa kurangnya penegakan hukum yang tegas terhadap perusahaan tambang yang melanggar aturan menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan. Sebagai contoh, di wilayah Pesisir Teluk Tomori, Kabupaten Morowali Utara, aktivitas pertambangan diduga menjadi penyebab banjir bandang dan tanah longsor yang merusak kawasan hutan sebagai wilayah penyangga. 

Selain itu, Jatam juga mengungkapkan bahwa ratusan ribu hektare lahan bekas tambang mengalami kerusakan parah akibat kurangnya reklamasi. Koordinator Jatam, Melky Nahar, menyatakan bahwa regulasi yang ada belum sepenuhnya menjangkau persoalan lubang tambang di Indonesia. Berdasarkan citra satelit, Jatam mengidentifikasi 3.092 lubang tambang di seluruh Indonesia, yang bahkan telah menelan korban jiwa sebanyak 143 orang pada tahun 2020. 

Masyarakat sekitar tambang juga mengalami dampak negatif dari aktivitas pertambangan yang tidak bertanggung jawab. Misalnya, di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), ledakan tungku smelter nikel mengakibatkan korban jiwa dan luka-luka bakar. Koordinator Jatam, Melky Nahar, menyoroti bahwa kejadian serupa telah berulang kali terjadi di banyak kawasan industri nikel di Indonesia.

Dalam upaya menegakkan aturan dan menjaga kelestarian lingkungan, Jatam mendesak pemerintah untuk lebih tegas dalam mengawasi dan menindak perusahaan tambang yang tidak memenuhi kewajiban reklamasi. Penegakan hukum yang konsisten dan transparan diharapkan dapat mencegah terjadinya kerusakan lingkungan lebih lanjut dan melindungi hak-hak masyarakat yang terdampak oleh aktivitas pertambangan.

Terkini