BMKG Tingkatkan Kesiapsiagaan Warga Lewat Sekolah Lapang Gempa

Rabu, 20 Agustus 2025 | 10:55:07 WIB
BMKG Tingkatkan Kesiapsiagaan Warga Lewat Sekolah Lapang Gempa

JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terus berupaya memperkuat kesiapsiagaan masyarakat terhadap ancaman bencana dengan menyelenggarakan kegiatan Sekolah Lapang Gempa dan Tsunami (SLG). 

Program ini hadir sebagai wadah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, terutama yang tinggal di daerah rawan, mengenai risiko bencana serta langkah mitigasi yang perlu dilakukan. SLG kali ini diselenggarakan di Kelurahan Rua, Kota Ternate, Maluku Utara, sebuah wilayah yang dikenal memiliki kerentanan tinggi terhadap potensi guncangan gempa bumi dan tsunami.

Komitmen Negara Lindungi Warga

Deputi Bidang Geofisika BMKG, Nelly Florida Riama, menekankan bahwa SLG merupakan salah satu bentuk nyata kehadiran negara dalam melindungi warganya dari ancaman bencana. Menurutnya, setiap langkah mitigasi harus berlandaskan data ilmiah agar masyarakat memiliki pemahaman risiko yang jelas. 

“Provinsi Maluku Utara, khususnya Kota Ternate, berada di atas salah satu zona tektonik paling aktif di dunia, yaitu zona subduksi ganda Laut Maluku. Menurut Pusat Studi Gempa Nasional (PusGeN) 2024, potensi gempa dari Halmahera Trust dapat mencapai magnitudo 8.3,” ujar Nelly.

Ancaman Ganda di Maluku Utara

Maluku Utara, terutama Ternate, menghadapi ancaman ganda: tsunami akibat gempa tektonik dari laut dan tsunami vulkanik dari aktivitas Gunung Gamalama. Berdasarkan catatan historis, tsunami pernah terjadi pada tahun 1846 dan 1859 dengan ketinggian hingga 1,2 meter. Bahkan, Gunung Gamalama pernah memicu tsunami pada tahun 1608 dan 1772. 

Dalam satu dekade terakhir, BMKG mencatat 13 gempa bumi besar di wilayah ini, dua di antaranya membangkitkan tsunami minor pada 2014 dan 2019. Menurut pemodelan skenario terburuk BMKG, jika gempa besar terjadi, tsunami bisa tiba di pesisir Ternate hanya dalam waktu enam menit dengan potensi gelombang mencapai 13 meter.

Waktu Evakuasi yang Sangat Sempit

Nelly menegaskan bahwa masyarakat harus memahami pentingnya kesiapan menghadapi kondisi darurat karena waktu evakuasi yang tersedia sangat singkat. “Waktu emas kita untuk evakuasi sangat sempit. Pertanyaannya bukan lagi kapan terjadi, tetapi ketika terjadi, apakah kita siap? Ini bukan untuk menimbulkan kekhawatiran melainkan untuk membangun kewaspadaan berbasis data,” katanya. Dengan kesadaran ini, masyarakat diharapkan tidak panik, namun tetap waspada dan siap mengambil tindakan cepat saat peringatan dini disampaikan.

Pelatihan Praktis bagi Peserta SLG

Kegiatan SLG Ternate diikuti 42 peserta dari berbagai kalangan, mulai dari BPBD, TNI, Polri, perwakilan masyarakat, SKPD terkait, sekolah, media, hingga pihak swasta. Dalam kegiatan ini, peserta dibekali dengan pemahaman ilmiah mengenai potensi bencana, cara membaca peta bahaya, merancang jalur evakuasi, hingga melakukan simulasi evakuasi berdasarkan peringatan dini. Pendekatan praktis ini diharapkan mampu mengubah masyarakat dari sekadar penerima informasi menjadi aktor aktif dalam penanggulangan bencana.

Perjalanan Panjang SLG di Indonesia

Program Sekolah Lapang Gempa dan Tsunami bukanlah hal baru. Sejak pertama kali digulirkan, program ini sudah menjangkau 185 lokasi di seluruh Indonesia. Di Provinsi Maluku Utara sendiri, SLG telah diselenggarakan sebanyak sembilan kali sejak 2015. 

Dalam rentang waktu tersebut, ribuan warga telah mendapatkan pelatihan dan pengetahuan yang membuat mereka lebih siap menghadapi risiko bencana. Perjalanan panjang ini menunjukkan bahwa kesiapsiagaan adalah sebuah gerakan yang tumbuh bersama, membangun kesadaran, keterlibatan aktif, dan solidaritas masyarakat.

Terkini