JAKARTA - Pemanfaatan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam komunikasi perusahaan kian menjadi perhatian utama. Namun, di balik kecanggihan teknologi, tetap ada satu elemen tak tergantikan: peran karyawan sebagai wajah perusahaan. Perspektif inilah yang menjadi dasar dalam pelaksanaan Workshop Komunikasi BUMN yang digelar di Swiss-Belhotel Balikpapan, Kalimantan Timur, pada pertengahan Juli.
Selama dua hari, para insan BUMN dari berbagai wilayah di Kalimantan Timur berkumpul dalam forum tersebut untuk memperdalam pemahaman seputar komunikasi media sosial dengan pendekatan kekinian. Workshop ini membawa tema “Komunikasi Media Sosial melalui Optimasi AI”, namun penyelenggaraan kegiatan ini tidak hanya fokus pada teknologi semata. Penekanan utama juga diarahkan pada bagaimana individu di balik akun resmi perusahaan mampu menjadi representasi yang kredibel, komunikatif, dan berintegritas.
Peserta yang hadir berasal dari lintas sektor industri BUMN—mulai dari energi, konstruksi, transportasi, hingga keuangan—menunjukkan tingginya antusiasme dalam menghadapi tantangan komunikasi digital masa kini. Kegiatan ini dipandu oleh para fasilitator profesional dengan pendekatan interaktif dan studi kasus langsung dari aktivitas media sosial BUMN yang telah berjalan.
Dalam pelaksanaannya, sesi pertama dimulai dengan membedah peran penting karyawan dalam menyampaikan citra perusahaan melalui platform digital. Di era digital seperti sekarang, hampir semua informasi mengalir melalui media sosial, dan karenanya, karyawan bukan hanya penyampai pesan, melainkan juga penjaga reputasi korporat.
Salah satu pemateri menekankan pentingnya kohesi antara personal branding karyawan dan nilai-nilai perusahaan yang diwakili. Ia mengingatkan bahwa satu unggahan yang kurang etis atau bertentangan dengan misi perusahaan dapat berdampak besar terhadap persepsi publik.
“Di balik logo BUMN yang besar dan institusional, masyarakat melihat siapa yang berbicara di media sosial. Wajah karyawan adalah wajah perusahaan,” ungkap salah satu narasumber dalam diskusi panel.
Menariknya, meski tema utama berfokus pada optimasi AI dalam media sosial, topik yang lebih banyak menarik perhatian peserta adalah bagaimana menjaga konsistensi pesan dan etika digital. Hal ini menunjukkan bahwa di tengah gempuran teknologi, aspek humanis tetap menjadi fondasi utama komunikasi yang efektif.
Tak hanya teori, workshop ini juga memberikan sesi praktik secara langsung. Peserta diminta mensimulasikan skenario komunikasi krisis di media sosial dan bagaimana meresponsnya secara cepat, akurat, dan tetap menjaga profesionalitas. Dalam simulasi tersebut, peran AI sebagai alat bantu analisis percakapan dan monitoring sentimen menjadi sangat relevan. Namun tetap, yang mengambil keputusan akhir adalah manusia.
Pada sesi lanjutan, para peserta dikenalkan lebih jauh dengan pemanfaatan AI untuk optimalisasi konten. Mulai dari penjadwalan unggahan, penyesuaian waktu tayang dengan algoritma keterlibatan audiens, hingga penggunaan AI dalam membuat caption atau narasi visual. Teknologi ini, meskipun bukan pengganti peran manusia, dinilai sangat membantu dalam efisiensi kerja tim komunikasi korporat.
Namun demikian, ada peringatan khusus yang diberikan fasilitator terkait penggunaan AI. Menurutnya, AI hanya akan seefektif input yang diberikan. Oleh karena itu, pemahaman nilai perusahaan dan sensitivitas terhadap isu sosial tetap harus menjadi bekal utama para pengelola komunikasi digital BUMN.
Workshop ini juga menjadi ajang refleksi dan saling berbagi praktik terbaik antar-BUMN. Dalam salah satu sesi, peserta dari perusahaan sektor energi membagikan pengalamannya dalam menghadapi serangan hoaks melalui media sosial, dan bagaimana kombinasi respons cepat dari tim internal serta monitoring digital berbasis AI berhasil meredam eskalasi informasi negatif.
Sementara itu, peserta dari perusahaan transportasi memaparkan strategi mereka dalam membangun interaksi positif dengan pelanggan melalui akun resmi media sosial. Mereka mengedepankan gaya bahasa yang lebih ramah, responsif, dan sesekali menyisipkan humor ringan yang tetap dalam koridor profesional. Pendekatan ini terbukti mampu meningkatkan keterlibatan publik dan memperkuat loyalitas pelanggan.
Dalam penutupan kegiatan, fasilitator menyampaikan bahwa komunikasi perusahaan di era digital bukan lagi soal satu arah. Perusahaan harus hadir dalam percakapan publik secara aktif dan bijaksana. Di sinilah pentingnya membekali setiap insan BUMN dengan pemahaman komunikasi yang adaptif dan etis, apalagi jika dikombinasikan dengan teknologi seperti AI.
“AI bisa membaca data, mengenali pola, dan memberikan rekomendasi. Tapi rasa, empati, dan akal sehat tetap menjadi milik manusia. Itulah mengapa komunikasi korporat butuh keseimbangan,” ujar salah satu pemateri di sesi akhir.
Peserta yang hadir mengaku mendapatkan banyak wawasan baru dari kegiatan ini. Mereka menilai workshop bukan hanya menambah ilmu, tetapi juga membangun jejaring kolaboratif antar-BUMN yang bisa saling mendukung di ranah komunikasi publik.
Secara keseluruhan, kegiatan ini menggambarkan langkah progresif Kementerian BUMN dalam menghadirkan ekosistem komunikasi korporat yang cerdas, adaptif, dan berorientasi masa depan. Peran karyawan sebagai juru bicara tak langsung perusahaan kini makin disadari sebagai aset strategis, terlebih saat bersanding dengan pemanfaatan teknologi berbasis AI.
Lewat pendekatan yang seimbang antara manusia dan teknologi, perusahaan negara diharapkan mampu menjawab tantangan komunikasi digital dengan lebih tangkas, tetap menjaga nilai-nilai luhur, serta membangun kepercayaan masyarakat secara berkelanjutan.